20 Januari 2010

Antasari Dituntut Hukuman Mati

Persidangan demi persidangan atas tersangka otak pembunuhan presiden Putra Rajawali Banjaran, Antasari Azhar kemarin sampai pada pembacaan tuntutan hukuman mati yang dibacakan oleh Jaksa Cirus Sinaga.

Mengagetkan. Begitulah kira-kira saat masyarakat mendengar dan melihat berita itu di layar TV kemarin. Menurut jaksa, "Terdakwa mempersulit persidangan," kata Jaksa Cirus Sinaga, saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa 19 Januari 2010.

Jaksa memberikan 10 alasan yang memberatkan Antasari antara lain; Antasari sering membuat gaduh dalam persidangan, terdakwa melakukan perbuatan secara bersama-sama, terorganisir untuk membunuh korban Nasrudin Zulkarnaen. Selain itu, Antasari juga dinilai telah berusaha menggiring bahwa perbuatannya adalah rekayasa untuk mempengaruhi publik supaya citra penegak hukum rusak. Sementara itu, Kombes Williardi Wizard juga menghadapi tuntutan yang sama. Istri Williardi Wizard mengaku tidak gentar dengan tuntutan tersebut dan menyayangkan kesaksiannya yang berkaitan dengan kesaksian Komjen Susno Duaji tidak ditindak lanjuti. Persidangan selanjutnya adalah pembacaan pledoi oleh Antasari Azhar dan tersangka lainnya. Adapun dari pihak keluarga Nasrudin kemarin menggelar doa bersama agar tersangka di hukum mati.

Inilah kenyataan proses hukum di negeri ini. Masyarakatlah yang akan menilai tegak dan rapuhnya keadilan di negeri ini.

12 Januari 2010

Sinar yang bersinar

Baru kemarin tayang ditelevisi profil seorang anak kecil bernama Sinar berumur 6 tahun yang harus melakukan semua pekerjaan di rumah seorang diri karena sang ibu lumpuh. Mereka tinggal di Polewali, Mandar, Sulawesi barat.

Sinar sering terlambat ke sekolah karena harus menyiapkan segala kebutuhan ibunya. Sinar memasak nasi dan memastikan ibunya sudah makan sebelum berangkat ke sekolah, mencuci, dan membersihkan rumah. Lihat, betapa sayangnya Sinar kepada ibunya. Sinar membelai penuh kasih rambut ibunya yang kusut. Bocah 6 tahun ini memiliki rasa tanggung jawab mengurus sang bunda sementara ayahnya menjadi TKI di Malaysia.

Aktifitas keseharian itu dilakoninya tanpa mengeluh karena mungkin bingung harus mengeluh kepada siapa ataupun meminta orang lain menolognya karena tidak tahu kepada siapa harus meminta pertolongan. Trenyuh. Kata itu pantas ditujukan kepadanya. Anak seumur itu harus rela kehilangan masa bermainnya untuk merawat sang ibu dan melakukan pekerjaan orang dewasa. Sinar, sempatkah kau belajar?

Tadi pagi ibu dan anak ini diwawancarai di rumahnya yang terbuat dari kayu. Sang ibu ditanya mengenai kelumpuhannya yang dijawabnya karena terjatuh saat menaiki tangga rumahnya. Mata Sinar seakan redup ketika ditanya aktifitas kesehariannya. Ya, tak ada mata bening ceria di anak seusianya. Beban dan tanggung jawab terlalu berat di pundaknya.

Setelah di blow-up media, bantuanpun berdatangan. Ibu Murni namanya, dibawa ke rumah sakit untuk menjalani perawatan atas kakinya yang lumpuh ditemani Sinar yang sudah 3 hari ini tidak sekolah. Disebutkan bantuan senilai 50 juta untuk mengobati kaki ibu Murni.

Atas kejadian ini menyeruaklah pertanyaan, “Apa masih ada Sinar-Sinar yang lain di Negara kita ini? Kalau bukan kita, siapa yang akan peduli? Lalu, mau di bawa kemana generasi muda kita?

Sinar, engkau diharapkan menyinari dirimu dan keluargamu. Kini engkau telah bersinar. Semoga sinarmu semakin terang menyinari dunia ini.

Hotel (di) Prodeo

Ah… ternyata bukan isapan jempol belaka, hotel (di) prodeo benar-benar ada! Pupil mata orang-orang membesar disertai mulut melongo menyaksikannya. Ada yang nyelutuk, “nyaman sekali, layaknya fasilitas hotel (di prodeo) bintang lima.”

Masyarakat tidak akan pernah tahu seandainya Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum seperti Mas Achmad Santosa, Denny Indrayana, dan Yunus Husein tidak melakukan sidak di rumah Tahanan Wanita Kelas II A Pondok Bambu, Jakarta Timur pada Minggu (10/1/2010) malam.

“Sel” mewah itu ternyata milik Artalita, si ratu suap dan Limarita, terpidana seumur hidup kasus narkoba. Fasilitas yang dimiliki seperti TV flat, kulkas, sofa, spring bed, salon pribadi, kamar mandi yang lux dan bahkan membawa asisten pribadi untuk mengurusi selnya. Limarita mengakui kalau semua itu dia yang membeli. Sementara sel tahanan lain dengan luas rungan yang sama dihuni oleh 10-15 orang dan bahkan terdapat banyak sel yang melebihi kapasitas. Rumah tahanan ini berkapasitas maksimal 500 orang, akan tetapi kenyataanya dihuni oleh 1.172 orang.

Ironi ini telah menyedot perhatian masyarakat dengan bermacam pertanyaan yang mengemuka. Bagaimana itu bisa terjadi? Mengapa? Silih berganti nara sumber mengemukakan pendapat dan opininya ditayangkan di televisi.

Satu pertanyaan yang terlontar, “Apa sih yang tidak bisa dibeli dengan uang?” Yah… sebagai masyarakat awam, tunggu saja apa yang akan terjadi.