Kabar terbaru kali adalah pembakaran gereja oleh mereka yang menamakan diri sebagai umat Islam. Di tempat lain di jumpai tindakan anarkis berupa perusakan rumah seseorang sampai dengan pengeroyokan yang mengakibatkan terbunuhnya manusia oleh mereka yang sekali lagi menamakan dirinya sebagai umat Islam. Ironis!
Aku tak habis pikir, apa yang ada di benak mereka yang melakukan tindakan anarkis itu. Pembakaran tempat ibadah umat lain adalah sesuatu tindakan yang menyakitkan. It is violating religiĆ³n! Setelah semuanya terjadi, kepuasankah yang di dapat? Adakah hak mereka untuk membakar rumah atau tempat ibadah umat lain?
Two thumps up untuk para pastor and romo yang secepat kilat menggelar rapat untuk menenangkan “amarah” jemaatnya. Himbauan yang menyejukkan ditengah kekalutan itu yang belum dilakukan para Kyai ataupun ustadz untuk meredakan “amarah” yang salah sasaran. Fungsi sosial para pendakwah mulai dipertanyakan dimedia. Metode apa yang digunakan untuk berdakwah sehingga mereka yang mengatakan dirinya umat Islam tersebut gampang marah tatkala bersinggungan dengan orang lain yang berbeda kepercayaan.
Sementara di tempat lain, ada sebagian orang yang “menghalalkan” darah saudaranya demi keyakinan yang dianut. Mereka meneriakkan asmaul husna sembari melakukan perusakan dan bahkan pembunuhan (Aku bingung dan tak tau harus bilang apa atas kejadian semacam itu). Adakah hak mereka mencabut nyawa seseorang? Mereka bilang melakukan itu untuk menyelamatkan agama, dan aku semakin bingung saja. Bukankah agama yang akan menyelamatkan kita?
Semua kekecauan itu bermuara pada satu sumber. Lagi-lagi isu SARA yang mencuat. Jangan jadikan agama sebagai mesin benci. Saudara, tak bisakah engkau meremiskan diri dalam keanekaragaman di negeri tercinta ini? Bukankah damai itu lebih indah dibanding perang.
Solo, 10 Februari 2011