Mendekati pemilihan calon legislatif April mendatang, kampanye semakin gencar. Dari sekian puluh partai yang mengajukan beberapa caleg, semakin pusinglah rakyat memilih. Untuk kalangan orang sepuh, mungkin mata berkunang-kunang membaca kertas suara yang menampilkan sederet nama. Ditambah peraturan yang harus mencontreng, kenyataan di lapangan belumlah populer. Iklan layanan masyarakat mencontreng ini memang segmen targetnya nasional, akan tetapi banyak masyarakat yang masih mencoblos dengan pulpen yang seharusnya disediakan untuk mencontreng. Pun istilah mencontreng untuk orang Solo khususnya masih asing di telinga. Di Solo, mencentang lebih populer daripada mencontreng. Walhasil, sosialisasi mencontreng belum maksimal.
Adapun sosialisasi nama-nama caleg yang bisa dikatakan over acting adalah dalam menempatkan atribut nama-nama caleg di tempat umum seperti pohon-pohon di sepanjang jalan yang berbuah wajah orang-orang nyaleg. Sebagian masyarakat banyak yang tidak begitu kenal bahkan mungkin asing sama sekali dengan sosok caleg. So, makin lengkaplah kebingungan masyarakat awam.
Sedangkan dari kalangan pelajar dan mahasiswa, sosialisasi mencontreng cukup bisa di terima. Yang menjadi masalah adalah ketika mereka ditanya kesiapan memilih caleg. Ternyata banyak juga yang tidak mengenal calon-calon wakil rakyat ini. Parahnya, ada yang apatis terhadap pesta demokrasi ini. Bisa jadi seperti sejarah tetangga Solo, golput yang menang! Trus sistem demokrasinya gimana nih???
3 komentar:
Pesta demokrasi ato democrazy? Gw jg bingung neeeh. Mo milih caleg gak ada yg kenal or tau visi misinya. Ada partai golput gak ya?
kalau golput ya piye, kasihan yang jaga di TPS udah rapi dari pagi, mending bawa foto kita paling cauntiik kita contreng sendiri...dan artinya kita tidak golput...hehe
apa ikutan nyaleg? di itngkat RT maksudnya ....
Posting Komentar