04 Mei 2009

Legenda Malin Kundang

Siapa yang tak kenal dongeng Malin Kundang? Cerita rakyat ini sudah begitu populer di masyarakat. Anak Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Atas pasti lancar bercerita Malin Kundang.


Alkisah diceritakan, seorang anak yang merantau keluar kampung halamannya. Saat pulang ke kampungnya, si Malin menjadi anak yang sukses dan kaya raya. Akan tetapi Malin tidak mau mengakui ibunya yang masih hidup miskin.


Sang ibu sakit hati karena Malin sudah tidak mau mengakuinya sebagai orang tuanya. Di tengah kemarahannya, sang ibu mengutuk Malin kundang menjadi batu. Sampai saat ini, batu itu masih ada dan menjadi tempat wisata. Pesan atau kesimpulan sementara dari cerita rakyat tersebut adalah kemalangan yang menimpa si anak durhaka sehingga ia dikutuk menjadi batu.

Saya ingin mengemukakan pesan cerita Malin Kundang dari sisi lain. Cerita anak durhaka yang telah ditorehkan turun temurun ini sungguh mengusik hati. Di satu sisi, Malin Kundang memang bersalah karena tidak mengakui ibunya. Di sisi lain, ibunya turut andil memperparah kekhilafan si Malin dengan cara menutup pintu taubatnya sehingga menyumpahi si anak menjadi batu. Tak adakah cara yang lebih baik untuk menyadarkan kekhilafan si anak?


Telah digariskan bahwa murkanya orang tua murkanya Allah juga. Hal inilah yang perlu digarisbawahi. Wahai para ibu di seluruh dunia, kendalikanlah lisanmu agar anakmu tidak celaka.


Jika dicermati, hubungan orang tua dan anak merupakan hubungan timbal balik. Orang tua butuh anak penerus keturunan, anak butuh orang tua sehingga anak harus berbakti kepada mereka yang telah mengasuh sejak bayi. Doa anak yang berbakti merupakan salah satu amal yang tak kan putus. Seperti itulah gambaran hubungan timbal balin orang tua dan anak.


Kembali pada cerita Malin Kundang, jika anaknya disumpahi menjadi batu, siapa lagi yang akan mendoakan orang tuanya? Bagaimana pertanggungkawaban orang tua kelak? Senangkah ibunya melihat anaknya membatu? Tepatkah tindakan sang ibu? Dan masih beragam pertanyaan yang mungkin terlontar dari cerita ini.


Dari sini saya menarik pesan berbeda dari pesan yang telah mengemuka diatas. Pertama, Malin Kundang adalah anak yang khilaf dan perlu bimbingan agar menjadi anak sholeh. Kedua, pengendalian diri yang kurang terkontrol dari orang tua.

Tidak ada komentar: