Berita yang cukup menyentakkan kemarin datang dari Mega Kuningan Jakarta. Hotel JW Marriott dan Ritz Carlton di bom. Sembilan orang langsung tewas ditempat dan puluhan korban dilarikan ke rumah sakit. Kuucapkan duka cita atas meninggalnya saudara kita yang menjadi korban bom kali ini.
Hotel ini menjadi salah satu tempat singgahnya para golongan elit di Jakarta. Tentu segala prosedural security telah sesuai standar. Kabar terakhir yang terekam CCTV sesaat sebelum kejadian menunjukkan seorang pemuda yang masuk ke lobi hotel dengan membawa tas ransel dan sesaat kemudian bom meledak. Dicurigai bahwa pemuda inilah si “suicide bomber”, pelaku bom bunuh diri. Pihak berwajib telah menemukan potongan tubuh pelaku ini.
Menariknya, pengeboman ini terjadi setelah Pemilihan Presiden yang baru saja lewat minggu kemarin dengan kemenangan telak pada pasangan SBY-Boediono. Orang-orangpun mulai ramai berspekulasi bermacam kemungkinan latar belakang terjadinya pengeboman itu.
Sebagai rakyat biasa yang hanya bisa berharap banyak pada para aparat agar menuntaskan kasus ini segera. Semoga tak ada lagi pengeboman lain yang mencoreng muka bangsa ini dimata dunia internasional. Indonesia, jadilah bangsa yang santun. Bangsa lain akan menghargaijika kita menghargai diri sendiri.
Peradaban manusia pra sejarah memang menggelitik untuk di lacak. Rasa ingin tahu yang menggebu ada di benak manusia mengenai peradaban nenek moyangnya. Seperti apa kira-kira kebudayaan mereka, bahasa yang digunakan, model baju yang dikenakan, rumah yang dihuni, ilmu pengetahuan yang berkembang saat itu dll.
Perihal ilmu pengetahuan jaman pra sejarah, ada kemungkinan baru yang dilontarkan ilmuwan berkenaan dengan Perang pra sejarah yaitu, Perang Mahabharata dan Ramayana. Dua perang ini yang konon diceritakan dalam naskah sastra berbahasa Sanskerta sebagai perang yang maha dahsyat karena melibatkan hampir semua kerajaan di wilayah India. Menurut Kitab Mahabharata yang ditulis oleh Resi Byasa atau Vyasa, perang ini adalah perang saudara yang tersentral pada Dinasti KURU antara keturunanDretarastra yang berputera 100 orang, terkenal dengan sebutan Kurawa dengan keturunan Pandu yang berputera 5 orang, terkenal dengan sebutan Pandawa. Dibawah ini ringkasan cerita Perang Mahabharata yang diambil dari Wikipedia:
Hampir semua prajurit. Hanya 7 kesatria yang bertahan hidup: limaPandawa, Yuyutsu, dan Satyaki
Hampir semua prajurit. Hanya 3 kesatria yang bertahan hidup: Aswatama, Krepa, dan Kertawarma
Pertempuran terjadi karena pihak Dretarastra tidak mau menyerahkan tahta kerajaan Kuru pada pihak Pandu yang diwakili oleh anak tertua yaitu Yudistira. Perebutan tahta ini mencapai klimaknya yang disebut dengan Bharatayudha (perang Bharata) di medanKurukshetra (bermakna "daratan Kuru"), yang juga disebut Dharmakshetra atau "daratan keadilan". Sampai sekarang daerah ini menyisakan peninggalan arkeologis dan masih dikunjungi wisatawan.
Bukti arkeologis yang ditemukan di India sungguh mengejutkan. Lalu timbul spekulasi yang berani mengatakan bahwa Perang Mahabharata adalah Perang Nuklir! Para Arkeolog meyakini bahwa pada 6000 SM, dimungkinkan bahwa peradaban manusia mengalami masa keemasan yang ditandai dengan adanya teknologi nuklir.
Dalam Perang Mahabharata yang ditulis dalam bahasa Sanskerta itu diceritakan bahwa Arjuna dengan gagah duduk dalam Veimana dan melepaskan Gendewa:
“… Satu kepulan asap yang besar dan cahaya yang terang benderang bagaikan sinaran dari beribu-ribu matahari telah dihasilkannya…Satu pancaran kilat, satu pembawa pesan maut yang dahsyat, yang menyebabkan kemusnahan seluruh keturunan Vrishni dan Andhaka..mayat-mayat mereka terbakar hangus sehingga tidak dapat dikenal pasti.
Rambut dan kuku mereka terlepas; pecah tanpa sebab, dan burung-burung bertukar menjadi putih.. selepas beberapa jam semua bahan makan turut tercemar.. untuk mengelakkan diri daripada api itu, para laskar terjun ke dalam sungai untuk membersihkan diri mereka dan peralatan mereka..”
Sedemikian dahsyatnya gambaran senjata milik Arjuna sehingga membuat kita bertanya-tanya. Sebenarnya Gendewa itu senjata macam apa sih? Lalu Veimana itu jenis kendaraan macam apa?
Sebelum menjawab pertanyaan itu, mari kita flashback sebentar. Seperti telah diketahui dunia saat ini bahwa Cina dan India lebih “outstanding” dalam teknologinya jika dibandingkan negara kita. Mungkin keberhasilan mereka tak lepas dari kegigihannya berburu ilmu pada nenek moyang. Beberapa tahun silam, rakyat China telah menemui beberapa buah dokumen sanskrit di Lhasa, Tibet serta telah membawanya ke Universitas Chandrigargh untuk diterjemahkan. Dr. Ruth Reyna dari Universitas itu menjelaskan bahwa dukumen itu mengandung petunjuk untuk membuat pesawat luar angkasa!
Didalamnya dijelaskan cara-cara pembuatannya, katanya adalah anti-gravitasi dan berasaskan kepada satu sistem analog yaitu “laghima” yaitu satu sumber tenaga yang tidak diketahui oleh manusia modern. Menurut ahli Yoga Hindu, “laghima” ini menjadikan seseorang itu mempunyai kemampuan untuk terbang.
Lebih lanjut dijelaskan Dr.Reyna bahwa pada papan mesin ini yang dikenali sebagai “Astras”, dikatakan telah digunakan oleh masyarakat India kuno untuk membawa satu rombongan manusia ke planet lain, sesuai yang tertera pada dokumen tersebut, yang mana dikatakan telah berusia beribu-ribu tahun.
Manuskrip itu juga dikatakan telah memaparkan rahasia “antima” yaitu cara-cara untuk menjadi menghilang (mungin seperti dalam film futuristik Star Trex kali…) dan “gerima” yaitu bagaimana untuk menjadi seberat gunung.
Dari wiracarita Mahabharata, dijelaskan dalam teks India kuno bahwa masyarakat ketika itu mempunyai mesin terbang yang dipanggil sebagai “Vimanas” Epiks India kuno telah menjelaskan sebuah Vimana sebagai satu pesawat yang mempunyai dua dek dan berbentuk bulatan dengan terdapatnya lubang pada bagian bawah pesawat dan menara pada bagian atasnya.
Vimana dikatakan mempunyai kemampuan untuk terbang dengan kecepatan angin dan mengeluarkan bunyi bermelodi. Teknologi jaman pra sejarah rupanya telah sedemikian mutakhir sehingga teknologi kita tak bisa bersaing dengannya.
Prediksi perang nuklir jaman pra sejarah tentu didukung dengan bukti-bukti ilmiah. Dari hasil penelitian yang dilakukan di tepian sungai Gangga di India, para arkeolog menemukan banyak sekali sisa-sisa puing-puing yang telah menjadi batu hangus di atas hulu sungai. Batu yang besar-besar pada reruntuhan ini dilekatkan jadi satu, permukaannya menonjol dan cekung tidak merata. Jika ingin melebur bebatuan tersebut, dibutuhkan suhu paling rendah 1.800 °C. Bara api yang biasa tidak mampu mencapai suhu seperti ini, hanya pada ledakan nuklir baru bisa mencapai suhu yang demikian. Masih di India, ada bukti lain yang ditemukan di dalam hutan primitif di pedalaman. Orang-orang juga menemukan lebih banyak reruntuhan batu hangus. Tembok kota yang runtuh dikristalisasi, licin seperti kaca, lapisan luar perabot rumah tangga yang terbuat dari batuan di dalam bangunan juga telah dikacalisasi. Serpihan tersebut kemudian dikenal sebagai tanah-tanah liat yang telah cair akibat kepanasan yang melampaui batas. Batu kaca pada reruntuhan semuanya sama persis dengan batu kaca pada kawasan percobaan nuklir saat ini.
Bukti lain yang ditemukan oleh para ahli berkenaan dengan puing-puing maupun sisa-sisa tengkorak manusia yang ditemukan di Mohenjo-Daroo, salah satu dari ‘Seven Rishi City’ yaitu kota dengan teknologi maju saat itu yang mengandung residu radio-aktif yang hanya bisa dihasilkan lewat ledakan Thermonuklir dalam skala besar.
Akhir kesimpulan yang dicapai dalam penyelidikan diatas adalah umat manusia pernah maju dalam peradaban sekitar 4000 SM. Diyakini bahwa manusia pernah memasuki abad antariksa dan teknologi nuklir. Akan tetapi zaman keemasan tersebut hancur bahkan hilang tak tersisa akibat perang nuklir yang dahsyat sehingga manusia kembali ke masa primitif sampai munculnya peradaban Sumeria sekitar ±3000 SM atau 5000 sampai 6000 tahun yang lalu.
Mendapati bukti bahwa kerajaan Romawi dibangun dalam tempo semalam saja mengingatkanku pada cerita rakyat yaitu Candi Roro Jonggrang atau biasa disebut Candi Prambanan. Candi Roro Jonggrang yang berjumlah seribu candi ini konon ceritanya dibangun dalam semalam oleh Bandung Bondowoso sebagai syarat untuk memperistri Roro Jonggrang.
Menurut bukti arkeologis, kerajaan Romawi dibangun dalam waktu semalam saja. Tentu hal ini menyisakan seribu tanya di dalam kepala. Ya, seperti dalam mimpi membayangkannya. Kerajaan dengan luas 280 ribu meter persegi dengan sejumlah kota di dalamnya, beberapa sungai, sejumlah gunung, ada gedung teater, banyak saluran pipa air, drainase, gerbang lengkung, museum, gereja katedral bersepuh emas, pondok piza dan sebagainya mulai dibangun pada tanggal 13 Agustus tahun 625 SM dan selesai dirampungkan sebelum Matahari terbenam. Artinya, kerajaan Romawi ini diselesaikan dalam waktu 12 jam saja. Super Fantastic!
Lalu apa temuan arkeolog yang mendasari pernyataan tersebut diatas? Menurut sebuah situs Amerika, arkeolog menemukan bukti yang mencengangkan perihal pembangunan kerajaan Romawi. Ketika ditanya lebih jauh mengenai buktinya, maka dikeluarkanlah sebuah gulungan yang berisi dokumen dan kontrak yang ditanda tangani sendiri oleh JuliusCaesar. Dalam Kontrak itu sebagian berbahasa latin yang jika diterjemahkan sebagai berikut:
“Kami dari perusahaan developer Aljeida Babylon setuju, bahwasannya pada tanggal 13 Agustus tahun 625 SM ini akan mulai bekerja dan merampungkan bangunan kerajaan Romawi, jika kami tidak dapat menyelesaikannya dalam waktu yang ditentukan kerajaan, kemaharajaan Caesar boleh memenggal kepala kami dan diberikan kepada singa sebagai santapan.”
Membaca kontrak pembangunan kerajaan Romawi ini sungguh membuat kita melongo tak tercaya. Akan tetapi, disekitar kerajaan tidak ditemukan adanya sisa fosil kepala yang dipenggal sehingga diperkirakan bahwa para pekerja adalah master dibidangnya maka dari itu bisa menyelesaikan pembangunan kerajaan Romawi sesuai waktu yang ditentukan. Hal ini membuat para arkeolog meyakini bahwa bukti ini mutlak berlaku. Pada kenyataannya, dokumen kemaharajaan Ceasar ini sama persis dengan kain pembungkus mayat, bisa dipercaya tapi juga meragukan. Saat ini, para ilmuwan sedang menaksir usia isi gulungan itu dengan uji karbon.
Arsitek bernama Flayter mengatakan, “Dalam waktu satu hari, tim proyek pembangunan saya bahkan tidak bisa menyelesaikan sebuah tembok pembatas kota. Di lihat dari gambar maket kota Roma ini, perusahaan saya harus menghabiskan waktu ratusan tahun baru bisa menyelesaikan seluruh proyek pembangunan kerajaan Roma.”
Jika yang diuraikan di dalam dokumen itu benar, maka para ilmuwan dan arsitek sekarang ini makin pusing tujuh keliling. Kemajuan teknologi kita jelas sangat jauh tertinggal dengan mereka. Sungguh sayang, peradaban manusia pra sejarah yang sedemikian maju ini seperti hilang ditelan bumi.
Seperti telah diketahui bahwa banyak bangunan pra sejarah yang spektakuler ditemukan. Yang menjadi sorotan adalah bagaimana cara mereka membuat bangunan besar dan megah yang rumit arsitekturnya. Hal ini masih menjadi misteri yang belum terpecahkan sampai sekarang.
Pertanyaan diatas sering terlintas di pikiranku dan mungkin juga ada di benak banyak orang. Ketika membicarakan sejarah kehidupan Nabi Muhamad SAW, hal tentang ke"ummi"an beliau acapkali diperdebatkan. Perbedaan penafsiran dengan masing-masing referensi dan argumen marak di sharingkan.
Seperti telah diajarkan di Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Atas, bahwa imej ummi atau buta huruf begitu melekat dalam sosok Muhamad. Tapi benarkah beliau tetap buta huruf sampai akhir hayatnya?
Nabi Muhamad yang buta huruf adalah pandangan para ulama terdahulu dan sampai sekarangpun masih ada yang meyakininya. Lalu bagaimana kalau ada yang berpandangan sebaliknya? Seorang pemikir Timur Tengah, Syekh Al-Maqdisi menuliskan buku yang kontroversi berjudul “Khurafatu Ummiyati Muhammad” (Mitos Keummian Muhammad) yang diterjemahkan oleh Abu Nayla menjadi “Nabi Muhammad: Buta Huruf atau Genius” (Jakarta:Nun Publisher,Cet 1,April 2007)
Perbedaan pandangan ini yang akan ditulus di sini. Awal perbedaan pandanganadalah kata ummi.
“orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka…..”
Ayat inilah yang menjadi awal perbedaan pandangan tentang keummian Nabi Muhammad. Seperti telah diketahui bahwa Bahasa Arab bisa disebut bahasa yang komplek. Dari satu kata bisa berarti banyak makna. Satu kata “ummi” inilah yang menjadi titik tolak perbedaan pandangan.
Menurut Prof. Dr. Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbah-nya menyatakan bahwa; “Kata ummi terambil dari kata umm/ ibu dalam arti seseorang yang tidak pandai membaca dan menulis. Seakan-akan keadaanya dari segi pengetahuan atau pengetahuan membaca dan pengetahuan menulis sama seperti keadaan ibunya yang tidak pandai baca-tulis.Sedangkan menurut Al-Maqdisi, kata ummi tidak diartikan secara letterlock. Kata ummi akan lebih tepat jika diartikan sebagai orang-orang di Arab selain Yahudi dan Nasrani. Karena kedua golongan ini menyebut orang-orang di luar diri mereka sebagai ummi. Jadi seperti itulah pemaknaan yang sesuai mengenai kata ummi ini. Dengan menafsirkan kata ummi ini dengan golongan non-Yahudi dan non-Nasrani, maka kepribadian Nabi sebagai uswatun hassanah tidak akan terkoyak.
Bagi sebagian muslim, gelar ummi yang melekat pada Nabi Muhammad sangat menyakitkan. Bagaimana tidak? Beliau adalah seorang rosul yang memberi suri tauladan kepada umatnya agar membaca dan membaca supaya mendapatkan ilmu pengetahuan, sementara di sisi lain beliau di kabarkan ummi. Ironis! Perhatikan ayat berikut:
“Dialah yang mengutus seorang rosul kepada kaum yang “ummi” dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayatNya, menyucikan jiwa mereka, mengajarkan kepada mereka kitab dan hikmah, meskipun sebelumnya mereka dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Al-Jumuah:2)
Kaum yang “ummi” yang disebut dalam ayat tersebut adalah kaum Arab. Jika menengok sejarah masa lalu, bangsa Arab pada saat itu dikatakan jahiliyah. Dalam artian, mereka jahiliyah dalam bidang akidah. Sedangkan dalam bidang sastra, mereka bisa dibilang maju karena bangsa arab dikenal sangat lihai dalam menuliskan syair-syair sehingga ayat-ayat Al-Qur’an pun diturunkan seperti dalam irama syair sehingga ruh sastra seperti lekat didalamnya. Hal ini sesuai dengan budaya bangsa dimana kitab suci diturunkan.
Dikisahkan dalam sejarah, ketika Nabi Muhammad melafalkan ayat suci Al-Qur’an, para penyair terpesona dengan indahnya syair itu sampai mereka sepakat bahwa Muhammad tidak mungkin bisa membuat syair sebegitu indah. Kesusasteraan bangsa Arab telah diakui keberadaannya terbukti dengan ditempelkannya karya-karya sastra yang berkualitas di dinding ka’bah saat itu.
Kembali pada kata “ummi”, menurut Alquran adalah orang-orang yang tidak, atau belum diberi satupun Kitab oleh Allah. Kaum Yahudi telah diberi tiga buah kitab melalui beberapa orang nabi mereka. Karenanya, mereka di sebut ahli kitab. Sedangkan orang-orang Arab, belum diberi satupun kitab sebelum Alquran diturunkan kepada Nabi Muhammad yang orang Arab. Hal ini dijelaskan-Nya dalam Firman-Nya:
“Dan katakanlah kepada orang-orang yang telah diberi kitab, dan orang-orang “ummi” (yang tidak diberi kitab), sudahkah kamu tunduk patuh?” (Qs Ali Imran: 20).
Maka dari itu, kata ummitidak selalu berarti buta huruf. Bukankah wahyu pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad berupa perintah membaca.
”Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan (QS 96:1)
Allah SWT menyapa Nabi Muhammad dengan perintah untuk membaca. Bagaimana beliau mengajak kaumnya membaca jika yang menjadi suri tauladan(di anggap) buta huruf?
Ayat lain yang menggambarkan Nabi Muhammad tidak buta huruf adalah:
“Katakanlah (Muhammad), ‘Marilah, aku bacakan apa yang diharamkan Tuhan kepadamu….” (QS 6:151).
“Demikianlah Kami mengutus kamu (Muhammad) kepada satu umat yang sebelumnya beberapa umat telah berlalu, agar engkau bacakan kepada mereka (Alquran) yang Kami wahyukan kepadamu.…” (QS 13:30).
“Dia yang mengutus kepada kaum yang ummi (orang Arab) seorang rasul (Muhammad) di kalangan mereka untuk membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka,” (QS 62:2).
“Dan engkau (Muhammad) tidak pernah membaca suatu kitab sebelum (Alquran) dan engkau tidak (pernah) menulis suatu kitab dengan tangan kananmu, sekiranya engkau pernah membaca dan menulis niscaya ragu orang-orang yang mengingkarinya.” (QS Al-Ankabut : 48).
Ayat ini menegaskan, Nabi tidak pernah membaca dan menulis satupun Kitab sebelum menerima Alquran. Maksudnya, setelah menerima Alquran, Rasul membaca dan menulis Kitab dengan tangan kanannya. Ayat ini pun menunjukkan, dengan tidak pernahnya Rasullullah membaca atau menulis satu kitab pun semisal Alquran, bukan berarti Rasulullah tidak tahu membaca dan menulis. Misalnya membaca dan menulis dalam urusan perdagangannya. Nabi adalah seorang pedagang yang terkenal. Dan para ahli sejarah sepakat, pada zaman Nabi tidak menggunakan angka-angka; huruf huruf abjad telah digunakan sebagai angka-angka. Sebagai seorang pedagang yang berurusan dengan nomor-nomor atau angka-angka setiap hari, Nabi tentunya tahu tentang abjad, dari satu sampai keseribu. Karenanya, tidak ada dalih yang kuat apalagi untuk mempertahankan pendapat Nabi Muhammad buta huruf. (dikutip dari http://harykoe.wordpress.com)
Al-Maqdisi memberikan argumennya yang menepis anggapan bahwa Nabi Muhammad buta huruf dengan mengemukakan hadis yang diriwayatkan Zaid bin Tsabit (penulis Al-Qur-an pertama) bahwa Nabi pernah bersabda:
“Jika kalian menulis kalimat Bismillahirrahmanirrahim, maka perjelaslah huruf sin di situ.”
Orang yang tidak bisa baca tulis tidak mungkin bisa mengoreksi satu huruf yaitu huruf SIN dari kalimatBismillahirrahmanirrahim.
Terlepas dari perbedaan pandangan keummian Nabi Muhammad, mengetahui sejarah masa lalu ibabat melihat mozaik yang berserakan. Karena itu, tak ada salahnya jika mengkaji kembali sejarah masa lalu.