03 Februari 2009

Membaca: Ketika Cinta Bertasbih

Di tengah tema film horor yang sedang booming, nama Habiburrahman El Shirazy mencuat ke permukaan dengan mengusung novel religi berjudul Ayat-ayat Cinta. Baik novel maupun filmnya meledak di pasaran.

Kesuksesan itu pula yang membuatnya ingin mengangkat novelnya dengan judul Ketika Cinta Bertasbih (di tulis dalam 2 buku) ke layar lebar. Bisa dipahami bahwa Kang Abik ingin syiar Islam dengan caranya. Terlepas dari itu, tulisan ini sekedar memberi masukan dan kritik yang membangun.

Ketika membaca novel Ketika Cinta Bertasbih, pikiran pembaca akan kembali pada novel sebelumnya yaitu Ayat-ayat Cinta. Latar belakang yang ada di kedua novel tersebut sama. Ada Mesir, ada sungai nil, ada perkuliahan di Kairo. Sedangkan tokoh sentralnya hampir serupa yakni seorang Indonesia yang menuntut ilmu di Kairo Mesir. Sepertinya pengarang terjebak dalam frame yang sama.

Dalam novel Ketika Cinta Bertasbih ini, Azam digambarkan sebagai seorang yang baik budinya, seorang yang santun, baik hati dan berbakti pada orang tuanya. Sebagai gambaran seorang yang baik budinya dan santun perangainya, Azam dengan tegas menolak French Kiss dari Eliana, anak seorang duta besar tang cantik, pintar dan banyak diidolakan orang. Hanya saja pilihan kata yang digunakan pengarang terlalu "touchy" (memerahkan telinga). Sebagai seorang yang santun, seharusnya bahasa yang digunakan bisa diperhalus.

Azam juga digambarkan sebagai seorang yang baik hati. Dikisahkan ketika dia pulang dari belanja untuk membuat bakso dan tempe, dia melihat ada dua orang mahasiswi Indonesia yang duduk dan terlihat sedih karena bukunya tertinggal di bis. Azam menawarkan jasanya untuk ikut mebantu mengejar bis dengan naik taksi. Dan kebetulan bukunya ketemu. Dari sini sudah bisa ditebak jalan ceritanya. Meski melewati jalan terjal dan berliku, singkat cerita Azam berjodoh dengan gadis itu. Namanya Ana Altafunnisa.

Sebelum Ana menikah dengan Azam, dia telah dilamar oleh sahabatnya sendiri bernama Furqon yang pintar dan berasal dari keluarga kaya raya. Penggambaran dua watak yaitu antara Furqon dan Azam sangatlah kontras. Azam seorang dari keluarga pas-pasan, kuliah tidak lulus-lulus dan pekerja keras. Sedangkan Furqon berasal dari keluarga kaya, sudah lulus S2 bahkan mau mengambil S3. Secara global bisa dikatakan bahwa Furqon itu pintar, sudah mapan, semua telah diraihnya sedangkan Azam sebaliknya.

Sampai suatu hari, Furqon didiagnosa mengidap HIV. Kejadian yang menimpa Furqon ini agak ganjil. Peristiwanya dimulai dari Furqon menginap dihotel dan berkenalan dengan seorang asing. Bisa dimengerti pembaca kalau pengarang ingin membalikkan nasib dua orang berbeda karakter ini. Akan tetapi entah bagaimana prosesnya, "bencana" yang menimpa Furqon sepertinya kurang pas. Dikatakan seperti itu karena memang sulit dipercaya. Furqon yang orang baik-baik itu, seorang lulusan S2 Universitas terkenal di Kairo, semudah itu percaya dengan diagnosa seorang dokter disana. Bukannya berprasangka akan tetapi bukankah dia itu pintar dan kaya. Apa tidak berpikiran cek ulang di tempat lain. Toh dia punya banyak duit.

Dari sini nampak jelas dua karakter yang bertabrakan. Furqon yang "sempurna" harus jatuh terjerembab karena diagnosa HIV yang pada akhirnya ternyata terdapat kekeliruan diagnosa. Sedangkan Azam yang pas-pasan justru mendapat "berkah" dari kemalangan yang menimpa sahabatnya. Kekontrasan nasib ini sepertinya "dipaksakan." Dengan kata lain, Furqon itu seperti pecundang dan Azam sebagai pemenang.

Secara keseluruhan, ada hal sentimentil yang kurang mengena . Penggambaran karakter Azam terasa agak berlebihan. Dia digambarkan bak angel bahkan sisi humanisnya terkikis.

Adapun tema yang diusungnya baik dalam Ayat-ayat Cinta maupun Ketika Cinta Bertasbih nyaris sama. Ada cinta, jodoh dan pernikahan. Akhirnya, novel religi beraliran "hero" ini ditutup dengan happy ending.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Karakter Azan cenderung naif. Penokohannya kurang greget. Ada alur cerita yg agak dipaksain sich tp utk syiar Islam ya lumayanlah ...